Ibu, Sudah benarkah cara dakwah kita?



Kita adalah manusia biasa, mudah berbuat salah dan mudah berbuat dosa. apalagi dosa saya tak terhitung lagi banyaknya, semoga Allah mengampuni. Allah menyuruh kita agar saling mengingatkan dalam kebaikan, tentu dengan cara yang baik pula.

Ibu, sudah betulkah cara dakwah kita? seperti itukah Rosulullah mengajarkan kita berdakwah? mengajak kebaikan dengan menimbulkan kebencian, berdakwah dengan membuat status yang menyakiti hati orang lain, menyindir orang lain yang mendatangkan orang untuk ramai2 memberikan komen yang berujung ghibah, bukannya hal itu hanya akan menambah banyak dosa kita? berdakwahlah dengan cara santun ibu sesuai kodrat kita sebagai wanita. Cara dakwah yang salah hanya akan menambah dosa kita sedang orang yang kita gunjing akan berkurang dosanya subhanallah...

 Ghibah atau dalam bahasa sehari-hari biasa disebut ‘gosip’ atau ‘ngrumpi’, adalah aktivitas yang ‘luar biasa mengasyikkan’. Bagaimana tidak, kita sudah melihat banyak orang yang terjatuh dalam perbuatan ini baik secara sadar ataupun tidak. Syaithan telah begitu indah menghiasi perbuatan ini, jadi terkadang sekelompok orang yang sedang berghibah tentang saudaranya sambil tertawa-tawa, tidak sedikitpun menyadari bahwa mereka telah memakan bangkai saudaranya sendiri.
 
Berghibahlah, bila engkau merindukan jalan pintas menuju neraka, membuka pintu-pintu siksa yang pedih, dan menarilah di atas penderitaan orang lain. Juga, tertawalah di atas derai air matanya. Jadilah binatang buas yang melahap bangkai-bangkai manusia.

 Alangkah beratnya siksa yang ditanggung oleh tukang gunjing (mughtaab), si tukang penyebar ghibah. Betapapun dia bertobat kepada Allah, pintu pengampunan tidak akan terbuka, kecuali dia berlari dan bersungguh-sungguh meminta maaf kepada orang yang digunjingkannya itu.
Tidakkah kita takut pada siksa Allah? Bagaimana bila orang yang digunjingkan itu telah meninggal dunia? Kepada siapakah engkau akan memohonkan maaf. Padahal, kunci surga hanya terbuka bila ada pemaafan darinya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendefinisikan ghibah dengan sabda beliau sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
أتدرون ما الغيبة؟ قالوا: الله ورسوله أعلم, قال: ذكرك أخاك بما يكره, قيل: أفرأيت إن كان في أخي ما أقول, قال: إن كان فيه ما تقول فقد اغتيته وإن لم يكن فيه فقد بهته

“’Apakah kalian tahu apakah ghibah itu?’ Mereka mengatakan: ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.’ Nabi bersabda: ‘Membicarakan sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu.’ Ada orang yang bertanya: ‘Bagaimana jika apa yang aku katakan itu benar ada pada dirinya?’ Beliau menjawab: ‘Jika apa yang kau katakan itu benar ada pada dirinya, maka berarti kamu telah mengghibahinya. Namun jika apa yang kamu katakan itu tidak ada pada dirinya maka kamu telah berdusta atasnya (memfitnahnya).” [Hadits shahih, riwayat Muslim (IV/2000), lihat juga Syarah Nawawi fi Shahih Muslim (XVI/142)]


  Dan Allah juga telah mengisyaratkan para pelaku ghibah sebagai orang-orang yang memakan daging bangkai saudaranya sendiri, dalam firman-Nya:
يـأيهـا الذين ءامنوا الجتنبوا كثيرا من الظن إن بعض الظن إثم ولا تجسسوا ولا يغتب بعضكم بعضا, أيحب أحدكم أن يأكل لحم إخيه ميتـافكر هتموه, والتـقـو الله, إن الله تواب رحيم

“Hai orang-orang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain. Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)


 Ghibah jelas merupakan perbuatan yang haram dan terlarang, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla dalam firman-Nya,
يـأيهـا الذين ءامنوا الجتنبوا كثيرا من الظن إن بعض الظن إثم ولا تجسسوا ولا يغتب بعضكم بعضا, أيحب أحدكم أن يأكل لحم إخيه ميتـافكر هتموه, والتـقـو الله, إن الله تواب رحيم
“Hai orang-orang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain. Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)


 Imam an-Nawawi mendefinisikan ghibah dengan berkata, ”Ghibah adalah menyebutkan hal-hal yang tidak disukai orang lain, baik berkaitan dengan kondisi badan, agama, dunia, jiwa, perawakan, akhlak, harta, anak, istri, pembantu, gaya, ekspresi rasa senang, rasa duka dan sebagainya yang berkaitan dengan dirinya, baik dengan kata-kata yang gamblang, isyarat, maupun dengan kode.”

 Ghibah tidaklah hanya dengan kata-kata saja, akan tetapi seluruh perbuatan yang menyebabkan orang lain bisa faham terhadap hal yang tidak disukai oleh orang yang dighibahi/dipergunjingkan, meskipun berupa sindiran, perbuatan, isyarat, kedipan mata, celaan, tulisan dan segala sesuatu yang mampu menjelaskan maksud yang diinginkan. Semisal meniru gaya berjalan seseorang. Itu semua termasuk ghibah bahkan lebih berbahaya daripada ghibah dengan kata-kata karena perbuatan tersebut mampu memberikan gambaran dan penjelasan yang lebih gamblang. ‘Aisyah berkata: “Aku menirukan gerakan seseorang di hadapan Nabi. Maka Nabi berkata,
ما أحب أني حكيت إنسا نا و أن لي كذا وكذا

“Aku tidak suka menirukan gerakan seseorang meski aku mendapatkan upah sekian dan sekian banyaknya.” [Hadits shahih, riwayat Abu Dawud dalam Sunan-nya (IV/269) dan Aunul Ma’bud (XIII/223), lihat juga Shahihul Jami’ (V/31)]

 Dari Abu Barzah al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يا معشر من امن بلسانه ولم يد خل الإيمان قلبه لا تغتا بوا المسلمين ولا تتبعوا عوراتهم, فإنه من اتبع عوراتهم يتبع الله عورته, ومن يتبع الله عورته يفضحه في بيته
“Wahai sekalian orang yang baru beriman di mulut saja, yang keimanan itu belum masuk ke dalam relung hatinya, janganlah kalian menggunjing kaum muslimin atau mencari-cari kejelekannya. Sesungguhnya orang-orang yang mencari-cari kejelekan orang beriman maka Allah akan mencari-cari kejelekannya. Barang siapa yang kejelekannya dicari-cari oleh Allah, maka Allah akan mempermalukan dirinya di rumahnya.” [Hadits shahih, riwayat Abu Dawud (IV/270) dan Ahmad (IV/421, 424). Lihat juga Shahihul Jami’ (VI/308 no. 3549)]

Hadits di atas mengingatkan bahwa menggunjing seorang muslim termasuk ciri khas orang munafik, bukan ciri orang mukmin. Di dalam hadits tersebut Allah mengancam akan membuka aib orang-orang yang mencari-cari kejelekan kaum muslimin. Allah membalas mereka disebabkan oleh perbuatan buruk yang mereka lakukan. Allah akan menyingkap kejelekan-kejelekan mereka walaupun mereka berada di dalam rumah. Laa hawla wa laa quwwata illa billah...


 Sikap Ketika Mendengar Ghibah
Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Ketahuilah, hal yang seharusnya dilakukan seseorang yang mendengar seorang muslim dipergunjingkan, maka hendaklah dia mencegah dan menghentikan pembicaraan itu. Andaikan orang yang menggunjing itu tidak mau berhenti setelah diingatkan dengan kata-kata, maka hendaklah diingatkan dengan tangan. Seandainya orang yang mendengar ghibah tadi tidak mampu mengingatkan dengan tangan maupun dengan lisan, maka hendaklah dia meninggalkan tempat itu. Apabila dia mendengar gurunya, orang yang berjasa kepada dirinya atau orang yang memiliki kelebihan dan keshalihan dipergunjingkan maka hendaknya ada perhatian lebih terhadap apa yang telah dijelaskan di atas.


Telah datang riwayat dari Jabir bin ‘Abdillah dan Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhuma, mereka berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وما من امرئ ينصر مسلما في موضع ينتـقص فيه من عرضه وينتهـك فيه من حرمته إلا نصره الله في موطن يحب نصرته
“Barang siapa yang tidak membela saudaranya sesama muslim pada saat kehormatan dan harga dirinya dilecehkan, maka Allah pasti tidak akan membelanya pada saat pertolongan Allah sangat diharapkan.” [Hadits hasan, riwayat Abu Dawud dalam Sunan-nya (IV/271) dan Ahmad dalam Musnad-nya (IV/30). Lihat juga Shahih Jami’ush Shaghir (V/160)]

Dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, beliau menuturkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,
من رد عن عرض أخيه رد الله عن وجهه النار يوم القيامة
“Barang siapa membela kehormatan saudaranya, maka Allah akan menyelamatkan wajahnya dari api neraka pada Hari Kiamat.” [Hadits shahih, riwayat Ahmad (VI/450) dan Tirmidzi (IV/327). Lihat juga Shahih Jami’ush Shaghir (V/295)]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
من ذب عن لحم أخيه بالغيبة كان حقا على الله أن يعتقه من النار
“Barang siapa membela daging (kehormatan) saudaranya dari gunjingan orang lain, maka Allah pasti akan membebaskannya dari Neraka.” [Hadits shahih, riwayat Ahmad (VI/461). Lihat juga Shahihul Jami’ (V/290 no. 6116)]


 Ingatlah wahai kaum muslimin, tidak akan menjadi baik suatu keburukan, meski dia dihiasi dengan keindahan dan kemewahan. Ghibah, atau apa pun namanya, tetap haram hukumnya, dari dulu hingga sekarang, meskipun engkau menggantinya dengan judul yang bermacam-macam.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنه
“Di antara tanda baiknya Islam seseorang adalah ia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna untuknya.” (Hadits shahih, riwayat Tirmidzi no. 2317)




 Semoga Bermanfaat


sebagian content di nukil dari "Blog Salafushshalih"

0 komentar:

Posting Komentar

 

Flickr Photostream